Sabtu, 05 Desember 2015

None

Let the darkness eat your soul. The red will come the blood will spreading.

Soul. What is the definition of it? Is it a hope? Is it an important thing?

Well. You dont have soul but you still alive.

Alive
Alive
Alive

Jumat, 20 November 2015

Who is your truly enemy?

     Melanjutkan perjuangan dari film pertamanya, The Hunger Games : Mockingjay Part 1, Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) selangkah lagi menuju tujuannya, menghancurkan Capitol.
     Film yang dirilis pada tanggal 20 November 2015 ini dimulai dengan Katniss yang berusaha untuk mengeluarkan suara. Pita suaranya mengalami pembengkakan akibat cekikan Peeta Mellark (Josh Hutcherson) dibawah pengaruh Capitol.
     Otak Peeta dibajak oleh Capitol. Hal itu membuatnya tidak dapat membedakan mana yang nyata dengan yang tidak dan membuatnya tidak dapat melihat musuhnya. Capitol merekayasa pikirannya dan membuat Katniss sebagai musuhnya.
     Pembajakan otak Peeta membuat Katniss semakin yakin untuk membunuh Snow untuk membayar semua perbuatannya. Namun ditengah-tengah perjuangannya Katniss dihadapi oleh sebuah kenyataan bahwa tujuannya untuk membunuh Snow tidak semudah yang ia kira dan membutuhkan banyak pengorbanan. Dan pada akhirnya dia dihadapkan dengan pertanyaan "Siapa musuhmu yang sebenarnya?"
     Amarah Katniss sangat terlihat. Penonton akan ikut merasakan amarah yang dimiliki okeh Katniss. Hal ini sangat dipengaruhi oleh keterampilan aktris Jennifer Lawrence dalam berakting. Dia sangat menjiwai perannya sebagai seorang Katniss Everdeen.
     Jika berbicara tentang kualitas akting, kita juga tidak bisa melupakan Josh Hutcherson. Dia dapat memerankan perannya dengan sangat baik, terlihat dalam aksinya sewaktu otaknya dibajak oleh Capitol. Rasa bingung, benci dan takut bercampur menjadi satu dan dia dapat memerankannya dengan sangat baik.
     Satu hal yang sangat disayangkan dalam film ini adalah perubahan sikap Peeta yang sangat cepat berubah. Seakan dia mengambil sebutir obat pada malamnya dan paginya dia sudah sembuh. Berbeda sekali dengan novelnya yang terkesan pelan tapi pasti.
     Mengenai alurnya, 90% mirip dengan novelnya, karangan Suzanne Collins. Penulis naskahnya tidak terlalu banyak menambahkan adegan lain. Kebanyakan dari penambahan adegannya justru membuat cerita tambah menarik dan menambah kepuasan di akhir cerita.
     Animasi yang dibuat dalam film ini juga tidak dapat dibilang remeh. Adegan disaat mutan-mutan buatan Capitol menyerang terkesan sangat nyata. Taring-taring buas dengan kulit yang pucat. Cairan hitam kental panas yang ada di film tersebut juga bagus. Tidak terkesan terlalu berlebihan atau terlalu kurang. Pas.
     Salah satu adegan yang paling saya sukai adalah saat Katniss berjalan menuju aula untuk pengeksekusian Snow. Kostum yang dia gunakan masih sama seperti sebelumnya dengan tambahan riasan yang lebih daripada biasanya. Gaya dia berjalan cukup elegan tapi tidak melupakan gaya asli Katniss.
     Sedangkan untuk dialognya, saya cukup suka dengan perkataan Snow, "Kita belajar untuk tidak saling berbohong, nona Everdeen." Kalimat tersebut mengandung arti yang besar, dan menunjukkan bahwa Snow memiliki sedikit sisi baik.
     Pelajaran yang saya dapatkan dari film ini ialah sebuah revolusi akan mengorbankan banyak hal. Namun revolusi memang dibutuhkan sewaktu-waktu. Saat keadaan sudah tidak benar sebagaimana mestinya. Saat keadaan menjadi tidak terkendali. Dibutuhkan sebuah simbol dan penderitaan untuk memunculkan sebuah revolusi. Satu hal yang pasti, pastikan revolusi itu benar.

Rabu, 18 November 2015

Gambar 1. Vihara Jetavana dari depan

           Vihara Jetavana merupakan vihara yang terletak di jalan Imam Bonjol Gang Vihara 1 Karawaci. Nama Jetavana sendiri berasal dari bahasa Pali yang memiliki makna hutan bambu. Dalam agama Buddha, hutan bambu memiliki makna yang spesial, yakni tempat Sang Buddha mencapai penerangan sempurna.
            Vihara ini pertama kali didirikan oleh keinginan ibu Maya Wangulimala. Beliau memiliki keinginan untuk membuat sebuah tempat dimana umat Buddha dapat berdoa bersama. Atas keinginan ibu Wangulimala, suaminya, bapak O’ Wangulimala mendirikan sebuah cetya atau tempat doa kecil pada tanggal 10 November 1975 untuk memenuhi keinginan istrinya. Cetya itulah yang merupakan cikal bakal dari Vihara Jetavana.
            Vihara Jetavana mengalami beberapa kali pembangunan untuk sampai pada tahap ini. Sekitar empat kali pembangunan dilakukan untuk membuat Vihara Jetavana yang sekarang. Sekarang vihara ini memiliki ruang doa, aula pertemuan yang biasanya dipakai untuk ibadah manula, kuti atau tempat tinggal Bhikku, tempat doa kepada Dewi Kwan Im, ruangan pengurus, dan beberapa  ruangan tambahan lainnya.
            Vihara Jetavana memiliki sebuah misi. Misinya adalah menyebarkan Dharma kepada semua makhluk, agar seluruh makhluk hidup berbahagia. Untuk menopang misinya, Vihara Jetavana memiliki beberapa visi, seperti :
1.   1.Membantu pemerintah dalam kegiatan keagamaan dan sosial
2.  2,Melakukan kegiatan sosial
3.  3,Membantu fakir miskin
4.  4.Mendidik anak asuh yang tidak mampu (sekarang Vihara Jetavana memiliki kurang lebih 1000 anak asuh)
5. 5.Bekerja sama dengan agama lain dalam membantu pemerintah dalam kegiatan keagamaan dan sosial
Vihara Jetavana memiliki kegiatan rutin tersendiri, sebagai syarat berdirinya sebuah vihara, selain memiliki altar Buddha, Kuti, pengurus, dan umat. Kegiatan Vihara Jetavana antara lain :
1.      Sekolah minggu yang diadakan setiap minggu pukul 08.00-10.00 WIB
2.      Kegiatan remaja yang diadakan setiap minggu pukul 10.00-12.00 WIB
3.      Ibadah manula yang diadakan berbarengan dengan kegiatan remaja
4.      Ibadah umum yang dilaksanakan setiap sabtu pukul 18.00-selesai
5.      Kegiatan sosial lainnya yang pasti diadakan setiap hari raya agama Buddha
Gambar 2. Ruang Serbaguna

Vihara Jetavana ini berdiri di tengah gang dan berdimpitan dengan rumah warga, yang tidak semua beragama Buddha. Walau begitu vihara ini dapat berbaur dengan masyarakat sekitar dan saling membantu satu sama lain. Misalnya saat vihara mengadakan kegiatan pengobatan gratis. Kegiatan tersebut dibuka untuk umum tanpa terkecuali. Begitupun sebaliknya. Saat terjadi kerusuhan tahun 1998, warga sekitar melindungi Vihara Jetavana dari serangan warga yang ikut berdemo. Hubungan yang dibina sangat erat dan toleransi yang mereka miliki sangat tinggi. Hal ini merupakan cerminan yang sangat indah. Andaikan seluruh dunia memiliki toleransi dan hubungan yang erat seperti yang ada di Vihara Jetavana, maka tidak akan ada perang, konflik, atau permasalahan. Akan tercipta sebuah dunia yang baru dimana berisi perdamaian yang melimpah.
Saar penulis berkunjung ke tempat ini, pertama kali kami sangat takut. Takut untuk ditolak, takut diperlakukan tidak baik karena kami bukan berasal dari agama Buddha, takut apabila narasumber tidak ingin membagikan informasi yang kami butuhkan. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Kami diperlakukan dengan sangat baik. Kami disuguhkan begitu banyak makanan dan minuman. Narasumber, yakni pengurus dari Vihara Jetavana, anak dari pasangan Wangulimala menjawab pertanyaan kami dengan ramah, jelas, kompleks, mendalam. Bahkan bertanya lagi apabila kami memiliki pertanyaan lagi. Bahkan beliau tidak mempersoalkan saat kami ingin berfoto dengan beliau atau memfoto seluruh vihara.

Dari kunjungan ini kami belajar, tidak semua perbedaan itu buruk dan ditolak. Tidak semua perbedaan itu mendiskriminasi. Perbedaan itu menyatukan kita. Tidak aka nada perbedaan apabila tidak ada yang berbeda. Itulah kalimat utama yang kami pelajari.
Gambar 3. Ruang doa untuk Dewi Kwan Im

Gambar 4. Aula Utama